SISTEM BALAS JASA - TENAGA OUTSOURCING/ALIH DAYA

 ALIH DAYA (OUTSOURCING)

DALAM UNDANG – UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003

TENTANG KETENAGAKERJAAN

1. Rangkuman Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan Pasal 64, 65, 66

Dasar hukum Alih Daya (Outsourcing) adalah;

a. Pasal 64, 65 dan 66 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan.

b. Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor Kep-220/Men/X/2004 Tentang Syarat-syarat Penyerahan Sebagian Pelaksanaan Pekerjaan kepada Perusahaan Lain.

c. Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor Kep-101/Men/VI/2004 Tentang Tata Cara Perizinan Perusahaan Penyedia Jasa Pekerja/Buruh.

Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan telah memberikan justifikasi terhadap penyerahan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lain atau perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh, yang kini terkenal dengan sebutan Alih Daya (Outsourcing).

Alih Daya (Outsourcing) merupakan hak pengusaha, namun dalam pelaksanaannya hak tersebut ada persyaratan tertentu dan tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, artinya dalam pelaksanaan Alih Daya (Outsourcing) disamping harus memenuhi syarat materiil dan formil, secara substansial tidak boleh mengurangi hak-hak normatif pekerja/buruh, antara lain:

a. Hak atas upah yang layak

b. Hak perlindungan atas keselamatan dan kesehatan kerja, termasuk hak istirahat dan cuti

c. Hak atas kebebasab berpendapat dan berorganisasi

d. Hak atas PHK

e. Hak untuk mogok kerja dan sebagainya.

Berdasarkan pasal 64 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 ditegaskan bahwa Alih Daya (Outsourcing) dilakukan dengan perjanjian kerja tertulis melalui dua cara, yaitu perjanjian pemborongan pekerjaan, atau penyediaan jasa pekerja/buruh.

2. Outsourcing dalam Proses Bisnis

Dalam Undang-Undang No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, outsourcing atau alih daya berarti penyerahan sebagian pekerjaan kepada perusahaan lain melalui perjanjian pemborongan kerja atau penyediaan jasa pekerja/karyawan.

Dengan demikian, karyawan outsourcing adalah pekerja kontrak yang direkrut oleh perusahaan penyedia jasa tenaga kerja untuk dipekerjakan oleh perusahaan pengguna jasa (user). Pekerja diupah oleh perusahaan alih daya, sementara

perusahaan user membayar perusahaan outsourcing sesuai dengan kontrak kerja yang disepakati.

Menurut Rajagukguk pengertian Alih Daya (Outsourcing) adalah hubungan kerja dimana pekerja/buruh yang diperkerjakan disuatu perusahaan dengan sisitem kontrak, akan tetapi kontrak tersebut bukan diberikan oleh perusahaan pemberi kerja, melainkan oleh perusahaan pengerah tenaga kerja.

Dasar dari Alih Daya (Outsourcing) terdapat pada Pasal 64 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 yaitu perusahaan dapat menyerahkan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lainnya melalui perjanjian pemborongan pekerjaan atau penyediaan jasa pekerja/buruh yang dibuat secara tertulis.

Sistem Alih Daya (Outsourcing) termasuk hubungan kerja berdasarkan perjanjian pengirim/peminjaman pekerja (uitzendverhouding). Pada perjanjian ini terdapat tiga pihak, yaitu perusahaan penyedia atau pengirim tenaga kerja (penyedia/Vendor), perusahan pengguna tenaga kerja (penerima/prinsipal) dan tenaga kerja/pekerja.

3. Manfaat alih daya

Manfaat Alih Daya (Outsourcing) bagi masyarakat adalah untuk perluasan kesempatan kerja, sebagaimana dikatakan oleh Iftida Yasar, Wakil Sekretaris Jendral Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) sebagaimana dikutip Uti Ilmu Royen dalam Tesisnya mengatakan bisnis Alih Daya (Outsourcing) cukup menjanjikan karena di negara lain kontribusinya cukup besar, Alih Daya (Outsourcing) sebagai salah satu solusi dalam menanggulangi bertambahnya jumlah pengangguran di Indonesia, Alih Daya (Outsourcing) bisa menjadi solusi perluasan kesempatan kerja, jadi, apapun bentuk Alih Daya (Outsourcing) tersebut selama memberikan hak karyawan sesuai aturan maka akan membantu menyelamatkan pekerja yang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK).

Pernyataan yang dikemukakan Iftida Yasar memang benar adanya, terbukti sampai saat sekarang ini telah banyak berdiri perusahaan-perusahaan Alih Daya (Outsourcing) di Indonesia. Senada dengan hal tersebut, Sehat Danamik dalam tulisannya Alih Daya (Outsourcing) dan perjanjian kerja, Bagi pemerintah dengan banyaknya perusahaan-perusahaan Alih Daya (Outsourcing) memberikan manfaat untuk mengembangkan dan mendorong pertumbuhan ekonomi masyarakat dan pertumbuhan ekonomi nasional melalui pengembangan kegiatan usaha kecil menengah dan koperasi.

Perusahaan yang bergerak pada bidang Alih Daya (Outsourcing) besar secara tidak langsung telah membantu pemerintah dalam mengatasi pengangguran dengan menciptakan lapangan pekerjaan baik bagi diri mereka sendiri maupun orang lain, mendorong kegiatan ekonomi dan meningkatkan daya beli masyarakat.

4. Bentuk-bentuk Pekerjaan Alih Daya (Outsourcing)

Pelaksanaan pekerjaan Alih Daya (Outsourcing) dilakukan dengan dua cara, yaitu dengan pemborongan pekerjaan kepada perusahaan yang ditunjuk atau dengan penyediaan jasa pekerja/buruh kepada perusahaan lain.

Berdasarkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi, pemborongan pekerjaan dalam pelaksanaannya dapat dilakukan melalui perjanjian dengan ketentuan-ketentuan berikut;

a. Pekerjaan yang diserahkan kepada perusahaan lain adalah:

1) Dilakukan secara terpisah dari kegiatan utama

2) Dilakukan perintah langsung atau tidak langsung dari pemberi pekerjaan

3) Merupakan kegiatan penunjang perusahaan secara keseluruhan

4) Tidak menghambat proses produksi secara langsung

b. Perusahaan penerima pemborongan pekerjaan harus berbentuk badan hukum.

c. Memberikan perlindungan dan syarat-syarat kerja minimal sama dengan perusahaan pemberi pekerjaan atau sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

d. Pelaksanaan hubungan kerja antara perusahaan penerima pekerjaan dengan pekerja/buruh diatur dalam perjanjian secara tertulis dan dapat dilakukan dengan perjanjian kerja waktu tidak tertentu atau perjanjian kerja waktu tertentu jika memenuhi persyaratan perjanjian kerja waktu tertentu.

Jika syarat pekerjaan yang diserahkan kepada perusahaan lain tidak dipenuhi dan perusahaan tidak berbadan hukum, maka demi hukum hubungan kerja beralih menjadi hubungan kerja antara perusahaan pemberi pekerjaan dengan pekerja/buruh yang bersangkutan.

Secara yuridis pembuatan perjanjian pemborongan pekerjaan harus dibuat secara tertulis dan tidak boleh secara lisan dan apabila tidak memenuhi syarat perjanjian kerja waktu tertentu maka tidak boleh menggunakannya.

Pelaksanaan pemborongan pekerjaan diatur didalam Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor Kep-220/Men/X/2004 Tentang Syarat-syarat Penyerahan Sebagian Pelaksanaan Pekerjaan kepada Perusahaan Lain.

Perusahaan yang menyediakan tenaga kerja/buruh kepada perusahaan pemberi kerja untuk melakukan pekerjaan dibawah perintah langsung dari perusahaan pemberi kerja, sidebut perusahaan penyedia jasa pekerja.

Berdasarkan ketentuan Pasal 66 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 diatur penyerahaan pelaksanaan pekerjaan melalui perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh sebagai berikut:

a. Tidak boleh mempergunakan pekerja/buruh dari perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh untuk melaksanakan kegiatan pokok atau kegiatan yang berhubungan langsung dengan proses produksi.

Kegiatan pokok (core business) atau kegiatan yang berhubungan langsung dengan proses produksi adalah jelas bukan kegiatan penunjang dalam suatu perusahaan. Yang termasuk kegiatan penunjang antara lain, usaha pelayanan kebersihan (cleaning service), usaha penyediaan makanan bagi pekerja/buruh (catering), usaha tenaga pengaman (security), usaha jasa penunjang dipertambangan dan perminyakan, serta usaha penyediaan angkutan pekerja/buruh.

b. Penyedia jasa pekerja/buruh Harus memenuhi syarat:

1) Adanya hubungan kerja antara pekerja/buruh dan perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh.

2) Perjanjian dibuat secara tertulis dan ditandatangani kedua belah pihak, melalui perjanjian kerja waktu tertentu, jika memenuhi persyaratan PKWT dan/atau perjanjian kerja waktu tidak tertentu.

3) Perlindungan upah dan kesejahteraan, syarat-syarat kerja, serta perselisihan yang timbul menjadi tanggung jawab perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh.

Dalam hal ini pekerja/buruh memperoleh hak yang sama atas perlindungan upah dan kesejahteraan, syarat-syarat kerja, serta perselisihan yang timbul dengan pekerja/buruh lainnya sesuai dengan yang berlaku diperusahaan pengguna jasa pekerja/buruh. Perlindungan tersebut minimal harus sesuai dengan peraturan perundang-undang yang berlaku.

4) Perjanjian antara perusahaan pengguna jasa pekerja/buruh dan perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh dibuat secara tertulis.

5) Perusahaan penyedian harus Merupakan bentuk usaha yang berbadan hukum dan memiliki izin dari instansi yang bertanggung jawab dibidang ketenagakerjaan.

Jika syarat penyedia jasa pekerja/buruh tidak dipenuhi, maka demi hukum status hubungan kerja antara pekerja/buruh dan perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh beralih menjadi hubungan kerja antara pekerja/buruh dan perusahaan pemberi pekerjaan.

Perusahaan penyedia jasa pekerja yang memperoleh pekerjaan dari perusahaan pemberi pekerjaan, kedua belah pihak wajib membuat perjanjian tertulis yang sekurang-kurangnya memuat:

a. Jenis pekerjaan yang akan dilakukan oleh pekerja/buruh dari perusahaan penyedia jasa pekerja.

b. Penegasan bahwa dalam melaksanakan pekerjaan, hubungan kerja yang terjadi adalah antara perusahaan penyedia jasa pekerja dengan pekerja yang dipekerjakan perusahaan penyedia jasa pekerja, sehingga perlindungan upah dan kesejahteraan, syarat-syarat kerja serta perselisihan yang timbul menjadi tanggung jawab perusahaan penyedia jasa pekerja.

c. Penegasan bahwa perusahaan penyedia jasa pekerja bersedia

menerima pekerja dari perusahaan penyedia jasa pekerja sebelumnya untuk jenis pekerjaan terus menerus ada di perusahaan pemberi kerja dalam hal ini terjadi pergantian perusahaan penyedia jasa pekerja.

Lebih lanjut, mengenai hal pelaksanaan telah diatur dalam Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor Kep-101/Men/VI/2004 Tentang Tata Cara Perizinan Perusahaan Penyedia Jasa Pekerja/Buruh.

5. Alasan Menggunakan Outsourcing

Tujuan Alih Daya (Outsourcing) pada dasarnya untuk:

a. Menekan biaya

b. Berfokus pada kopetensi pokok

c. Melengkapi fungsi yang tidak dimiliki

d. Melakukan usaha secara lebuh efisien dan efektif

e. Meningkatkan fleksibilitas sesuai dengan perubahan situasi usaha

f. Mengontrol anggaran secara lebih ketat dengan biaya yang sudah diperkirakan

g. Menekan biaya investasi untuk infrastruktur internal.

Comments

Popular Posts